Saturday, June 23, 2007

Suara Aneh*

Oleh: Dr. Qushay Syeikh 'Askar**

Suara-suara itu telah memperdaya aku, bahkan aku sendiri menyangka bahwa aku telah lupa, atau mungkin hanya pura-pura lupa, telah beberapa lama suara itu tak mengganggu alam pikiranku, lalu tiba-tiba ia datang lagi, tanpa sebab, tanpa disangka-sangka.

Raungan itu mengusik tidurku, kemudian suara itu berubah-ubah ... suara macan ... hyena (sejenis serigala) ... lolongan anjing ... aku bisa membedakan suara-suara itu sebagaimana tukang emas membedakan jenis logam. Ketajaman suara-suara itu silih berganti menggetarkan gendang telingaku. Semua itu terjadi sebelum aku bebas, sebelum detik-detik dimana aku tinggal di hotel ini. Sampai saat ini, aku belum tahu dimana sebenarnya aku dulu diasingkan, lebih tepatnya mungkin dibuang. Masih terekam jelas diingatanku, malam Rabu, tiga orang dengan kepala tertutup membawaku ke suatu tempat yang aku tak tahu, tapi entah apa yang terjadi andai saja aku tidak pergi dari sini? -Aku tidak menyesal-. Mereka menghempaskan aku ke dalam mobil hitam, lalu dua orang diantara mereka menutup mataku dengan kain, aku duduk bertinggung dengan tangan terikat. Lalu tiba-tiba, bermacam binatang buas menghampiriku dari tempat persembunyiannya. Sekarang, setelah 25 tahun, suara-suaru itu kembali mengusikku.

Begitulah, tiba-tiba, tanpa sebab, justru dengan ketenangan dan kesunyian yang ada di pulau kecil ini, malah menyuburkan memoriku, membuat suara-suara aneh itu kembali menghampiriku dari persembunyiannya.

Pada mulanya, raungan terdengar lama di telingaku, persis seperti yang aku dengar di masa silam, aku mengerti, mereka membuangku untuk santapan binatang buas. Lalu suara itu berubah menjadi lolongan anjing, serigala, aku hampir bernafas dengan suara-suara itu dan dengan baunya yang tidak sedap, aku merasa mual. Aku melapor ke penjaga hotel, aku menginginkan kamar yang tenang. Ia membawaku ke kamar lebih luas dengan balkon yang memiliki pemandangan alam bebas, luas. Sebuah kamar yang mirip dengan rumah sakit, aku tidak bermimpi, dan yang lebih penting, bahwa aku lari dengan melewati perjalanan panjang. Dua puluh lima tahun, dengan ribuan mil, yaa ... aku yakin, suara-suara itu nggak akan kembali mengusik pada sisa-sisa hidupku. Dulu saja, ketika mataku ditutup kain, dengan tangan terikat, dan aku merasakan lidah-lidah binatang buas menjilati wajahku, aku tidak kehilangan apapun dari tubuhku, satu yang membuatku bertanya-tanya, kenapa suara itu kembali lagi secara tiba-tiba, tanpa sebab, setelah waktu yang cukup lama?

Aku pergi berkonsultasi kepada dokter yang berumur antara 30-40 tahun, mengatakan padaku bahwa kebebasan yang aku temukan setelah pelarianku, membuatku terlepas secara perlahan dari sesuatu yang paling terdalam dari hidupku. Sekarang, aku benar-benar seperti orang yang sedang bermimpi, terlepas dari segala macam ikatan dan aturan, malam nanti aku pasti akan segera tidur, setelah semalam aku tidak bisa tertidur. Satu hal yang membuatku tenang, dokter tidak memberiku resep obat untuk dikonsumsi. Sebenarnya sih, aku tidak menceritakan padanya tentang suara-suara yang sering mengganggu tidurku selama ini. Padahal, malam tadi selepas maghrib, suara-suara itu masih mengusikku.

Aku belum meninggalkan hotel, malam ini sebelum tidur, aku berusaha menenangkan jiwa, menyibukkan diri dengan menghitung dari seribu sampai satu. Baru beberapa nomer saja, suara-suaru itu kembali menghampiriku, atau mungkin aku hanya menyangka suara itu mirip dengan lolongan anjing, lalu aku tertidur dan terjaga berkali-kali.

Sudah tiga hari aku tinggal di pulau ini dan belum menemukan pemandu tour. Suara-suara yang mengusik telinga dan menjilat wajahku dengan lidah-lidahnya yang kasar itu benar-benar mengganggu jiwaku, dan membuatku terpaksa harus menghabiskan sebagian besar waktuku dengan berdiam diri di kamar hotel, kecuali saat-saat aku harus berjalan-jalan ke tempat umum, atau bersantai di sebuah kafe.

Ketika pelayan hotel datang ke kamar membawa sarapan, aku bertanya tentang pemandu tour terdekat dari sini, ia menunjuk ke arah belakang balkon, diikuti dengan senyum lembutnya, membuat wajahnya yang bulat tambah bersinar, "anda tidak perlu menyewa mobil untuk pergi kesana, itu dibelakang bukit yang dikelilingi pepohonan, lima menit dari sini dengan berjalan kaki". Kemudian ia membawa meja ke balkon untuk menyingkap tirai agar aku bisa melihat bukit lebih jelas, ia menambahkan, "Binatang-binatang yang ada disana, didatangkan dari Afrika oleh kakek-kakek kami di masa penjajahan, untuk menyaksikan pergulatan manusia mempertahankan hidup melawan keganasan binatang-binatang itu. Dan agar pelanggan kami tidak terganggu dengan suara-suara itu, kami buat kaca-kaca jendela setebal mungkin agar suara-suara binatang itu tidak mengganggu pelanggan kami.

Semuanya jelas bagiku, hanya karena aku tidak menutup jendela kamar, kalaulah ditutup, suara-suara itu sebenarnya tidak akan pernah terdengar. Mataku tetap tertuju menatap bukit di belakang balkon, pelayan terus bercerita tentang bukit dan binatang-binatang itu, ia sendiri tak habis pikir, sebab orang-orang yang dilemparkan ke bukit itu sebagai mangsa binatang-binatang buas, bisa selamat, padahal mata mereka tertutup dan tangan mereka terikat, diantara mereka ada yang selamat dengan perlawanan, ada pula yang hanya beruntung, tanpa sebab, tanpa usaha untuk melawan.

Aku tak bernafsu untuk sarapan pagi ini, aku tinggalkan semuanya di atas talam, aku ganti pakaian tergesa-gesa, turun melewati tangga, keluar hotel menuju bukit, aku ingin melihat binatang-binatang buas yang dulu dengan lidah-lidah kasarnya menjilati wajahku dengan mata tertutup. []

_________________
* Terjemahan bebas oleh Dantey dari rubrik "Qisshah" majalah bulanan el-'Araby.
** Cerpenis Iraq berdomisili di London.

No comments: